Xabi Alonso: Dari Arsenal yang Hampir, Menjadi Pelatih Sukses di Bundesliga
Siapa yang tidak mengenal Xabi Alonso? Mantan gelandang berbakat yang pernah mengisi lini tengah tim-tim besar seperti Liverpool, Real Madrid, dan Bayern Munich. Namun, di balik kesuksesannya sebagai pemain, ada cerita menarik yang mungkin belum banyak diketahui orang. Cerita ini dimulai ketika Alonso hampir bergabung dengan Arsenal, sebuah langkah yang bisa mengubah arah kariernya selamanya.
Awal yang Menjanjikan
Xabi Alonso memulai kariernya di Liverpool pada tahun 2004. Di bawah asuhan Rafael Benitez, ia dengan cepat menjadi salah satu pemain kunci di Anfield. Namun, saat itu, ada satu momen krusial yang hampir mengubah segalanya. Benitez mengungkapkan bahwa Alonso sebenarnya telah mencapai kesepakatan untuk bergabung dengan Arsenal. "Xabi adalah pemain yang sangat baik dan cerdas," kata Benitez dalam sebuah wawancara.
Saat itu, Liverpool sedang mencari pemain baru dan mengincar Gareth Barry. Benitez menjelaskan bahwa Alonso memiliki kesepakatan dengan Arsenal, tetapi ia tidak ingin terikat dalam kompetisi Eropa. "Dia tidak ingin terikat dalam kompetisi Piala, jadi kami harus memaksanya untuk bermain dalam pertandingan kualifikasi Liga Champions," kenang Benitez.
Pertandingan yang Menentukan
Dalam pertandingan kualifikasi Liga Champions melawan Standard de Liège, Alonso terpaksa bermain meskipun ada ketegangan di dalam dirinya. "Saya memberitahu Jamie Carragher dan Steven Gerrard bahwa Xabi tidak ingin bermain karena ia sudah memiliki kesepakatan dengan Arsenal," ungkap Benitez. Namun, saat itu, Liverpool sangat membutuhkan Alonso untuk memastikan tempat mereka di fase grup Liga Champions.
Alonso tampil gemilang, menunjukkan kualitasnya sebagai pemain yang tak tergantikan. "Selama musim itu, dia adalah pemain terbaik kami," tambah Benitez. Momen tersebut menjadi titik balik bagi Alonso, yang akhirnya memutuskan untuk tetap di Liverpool dan melanjutkan kariernya di klub yang telah memberinya banyak kenangan indah.
Perjalanan Menuju Manajer
Setelah pensiun dari dunia sepak bola pada tahun 2017, Alonso memutuskan untuk memasuki dunia manajemen. Dia mulai karier manajernya di tim cadangan Real Madrid sebelum akhirnya mengambil alih Bayer Leverkusen. Di sinilah, dia menunjukkan bakat manajerial yang luar biasa. Musim lalu, Alonso berhasil membawa Bayer Leverkusen meraih gelar Bundesliga dengan catatan tak terkalahkan, menciptakan sejarah baru sebagai tim "Invincible".
Keberhasilan ini tidak lepas dari pengalaman dan pelajaran yang didapat Alonso selama bertahun-tahun bermain di liga-liga top Eropa. Dia menggabungkan pengetahuan taktisnya dengan kemampuan untuk memotivasi pemain, menjadikannya salah satu pelatih muda paling menjanjikan di Eropa.
Liga Inggris dan Kembali ke Akar
Meskipun telah sukses di Bundesliga, hati Alonso tetap terikat dengan Liga Inggris. Banyak penggemar yang berharap dia akan kembali ke Inggris, mungkin suatu saat nanti sebagai manajer tim besar seperti Liverpool atau Arsenal. "Saya selalu merasa terhubung dengan Liga Inggris," katanya dalam sebuah wawancara. "Itu adalah tempat di mana saya menghabiskan beberapa tahun terbaik dalam karier saya sebagai pemain."
Kembali ke Liga Inggris akan menjadi tantangan tersendiri bagi Alonso. Menghadapi tim-tim besar seperti Manchester City, Chelsea, dan Manchester United bukanlah hal yang mudah, tetapi dia percaya bahwa pengalaman yang didapatnya di Bundesliga akan membantunya.
Momen yang Tak Terlupakan
Salah satu momen tak terlupakan bagi Alonso adalah saat dia mengangkat trofi Liga Champions bersama Liverpool pada tahun 2005. Kemenangan itu tidak hanya menjadi puncak dari kariernya sebagai pemain, tetapi juga mengajarkan banyak hal tentang ketekunan dan semangat juang. "Kami berada dalam situasi yang sangat sulit, tetapi kami tidak pernah menyerah," kenangnya.
Kini, sebagai pelatih, Alonso ingin mentransfer semangat itu kepada para pemainnya di Bayer Leverkusen. Dia percaya bahwa setiap pemain memiliki potensi untuk menjadi yang terbaik, asalkan mereka mau bekerja keras dan percaya pada diri sendiri.
Kesimpulan
Xabi Alonso adalah contoh nyata bahwa perjalanan seorang atlet tidak selalu mulus. Dari hampir bergabung dengan Arsenal hingga menjadi pelatih sukses di Bundesliga, setiap langkahnya dipenuhi dengan pelajaran berharga. Dia tidak hanya meninggalkan jejak sebagai pemain, tetapi juga sebagai pelatih yang akan terus menginspirasi generasi mendatang.
Dengan bakat dan dedikasinya, kita mungkin akan melihat lebih banyak prestasi dari Alonso di masa depan, baik di Liga Inggris maupun di pentas Eropa. Siapa yang tahu, mungkin suatu saat kita akan menyaksikan Alonso kembali ke Inggris, bukan sebagai pemain, tetapi sebagai manajer yang siap menaklukkan dunia sepak bola sekali lagi.