“Giuseppe Marotta, Penjualan Pemain dan Keputusan Skriniar: Perspektif dari Sudut Pandang Calon Pemain”
Giuseppe Marotta, mantan direktur Juventus yang kini menjabat di Inter, telah membuktikan dirinya sebagai jaminan kesuksesan. Dalam lima tahun terakhir, CEO ini berhasil meningkatkan prestasi tim serta keuangan klub. Namun, masalah keuangan yang masih menjadi perhatian berdampak pada pasar transfer, di mana kata kunci yang selalu digunakan adalah “sustainability” dan “player trading”. Marotta juga mengungkapkan hal ini dalam wawancaranya yang terbaru, “Setiap tahun, satu pemain berat harus dijual, dan para penggemar harus memahami hal ini.”
Pendapat tersebut memang masuk akal, dan pendukung Inter sudah terbiasa dengan ide ini. Stadion San Siro selalu penuh meskipun beberapa pemain kunci seperti Hakimi, Lukaku, Perisic, Skriniar, Brozovic, dan Onana telah meninggalkan klub dalam tiga musim transfer terakhir. Jadi, rata-rata ada dua pemain yang dikorbankan setiap tahunnya, bukan hanya satu.
Namun, ada satu catatan lain yang perlu diperhatikan: jika Inter “harus” menjual satu pemain besar setiap tahunnya, mengapa pemain-pemain besar tersebut tidak diberi kebebasan untuk memutuskan pergi? Selain Lukaku, Marotta juga menyalahkan Skriniar, “Dia pura-pura ingin memperpanjang kontrak, tapi sebenarnya dia berpikir lain… Saya merasa sangat kecewa. Ketika seorang pemain tidak memperpanjang kontrak, dia bukan hanya melawan manajemen atau presiden, tapi juga melawan sejarah dan nilai klub. Dia telah merugikan Inter, bukan hanya orang-orang di dalam klub. Kami telah menawarkan banyak solusi, termasuk menetapkan klausul pelepasan yang melindungi kepentingan Skriniar dan Inter, tapi dia selalu menolak.”
Semua itu benar dan dapat dipahami, tetapi penting juga untuk menganalisis situasi ini dari sudut pandang para pemain. Mereka memiliki kebebasan untuk memutuskan tidak memperpanjang kontrak yang akan segera berakhir. Sebagai contoh, jika Inter telah memulai negosiasi dengan Perisic tepat waktu, mungkin pemain asal Kroasia tersebut akan memperpanjang kontrak seperti Brozovic dan tidak berakhir dengan status bebas transfer. Skriniar awalnya tampak bersedia memperpanjang kontrak, namun kemudian berubah pikiran. Namun, Inter juga telah mengubah pendiriannya terhadap Skriniar tahun lalu. Mereka awalnya menjualnya dan setelah Juventus merekrut Bremer, Inter menariknya dari pasar transfer dan menolak tawaran 50 juta euro dari PSG. Setahun kemudian, PSG mendapatkannya secara gratis. Mungkin inilah salah satu kesalahan langka yang dilakukan Marotta di Inter.
Selain itu, para pengurus Inter juga memiliki hak untuk mengubah pendapat mereka, seperti yang terjadi musim panas lalu ketika mereka meninggalkan pemain muda berbakat seperti Balogun dan memilih untuk mendatangkan bek yang sudah matang seperti Pavard. Begitu juga, jika terjadi kasus buruk dimana Lautaro memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak dan meminta untuk dijual, tidak adil jika hanya pemain yang disalahkan. Pernikahan itu dilakukan oleh dua pihak, dan sebuah klub besar harus menunjukkan ambisi yang sama dengan pemain besar tersebut.
Dalam situasi ini, penting bagi Inter untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap para pemain dan membuktikan bahwa mereka memiliki ambisi yang sama untuk meraih kesuksesan.