Barcelona baru saja mengumumkan kesepakatan sponsor baru yang diperkirakan akan mendatangkan €44 juta selama empat tahun ke depan. Berita ini disambut positif oleh banyak penggemar Barcelona yang berharap dapat membantu mengatasi masalah keuangan yang kronis. Namun, kesepakatan dengan Pemerintah Republik Demokratik Kongo (DR Kongo) tidak diterima dengan baik di berbagai kalangan.
Kesepakatan ini akan melihat papan pariwisata DR Kongo mempromosikan negara tersebut di lengan jersey Barcelona, dengan slogan “RD Kongo – Coeur d’Afrique” (RD Kongo – Jantung Afrika). Ini mengikuti kampanye serupa oleh Rwanda dan Botswana dalam beberapa tahun terakhir yang juga berusaha mensponsori tim sepak bola. Bahkan, AS Monaco dan AC Milan telah menandatangani kesepakatan serupa dengan DR Kongo.
Namun, Menteri Kerjasama Pembangunan Internasional dan Perdagangan Luar Negeri Swedia, Benjamin Dousa, memberikan komentar mengenai hal ini, mengingat Swedia adalah salah satu negara yang memberikan bantuan kepada DR Kongo. Dousa menegaskan, “Saya ingin menekankan bahwa tidak ada satu sen pun dari Swedia yang seharusnya dibelanjakan untuk prioritas seperti ini. Bantuan kami ditujukan untuk paket makanan, vaksin, dan buku. Kami berharap uang Swedia tidak digunakan untuk membiayai kemitraan dengan Barcelona.”
Dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa 73% populasi DR Kongo dikategorikan hidup dalam kemiskinan, dan negara ini menempati peringkat 163 dari 180 dalam indeks korupsi.
Selain potensi penyalahgunaan dana pemerintah, Amnesty International juga mengungkapkan kekhawatiran mengenai situasi hak asasi manusia di DR Kongo. Hal ini jelas bertentangan dengan slogan Barcelona yang menyatakan “Lebih dari Sekadar Klub”, serta dukungan mereka terhadap komunitas LGBTQIA+, yang saat ini sedang berusaha dikriminalisasi oleh pemerintah setempat. Di tengah konflik yang sedang berlangsung antara DR Kongo dan kelompok pemberontak yang didukung Rwanda, terdapat juga laporan mengenai pembunuhan di luar hukum oleh angkatan bersenjata pemerintah.
Kesepakatan ini menimbulkan banyak pertanyaan mengenai etika dan tanggung jawab sosial klub-klub sepak bola besar dalam menjalin kemitraan, terutama dengan negara-negara yang memiliki masalah serius dalam hal hak asasi manusia dan kemiskinan. Penggemar Barcelona dan masyarakat luas diharapkan dapat melihat lebih jauh dari sekadar angka dan keuntungan finansial, tetapi juga dampak sosial yang mungkin ditimbulkan dari kesepakatan semacam ini.