Pembalap muda berbakat dari Astra Honda Racing Team, Mohammad Adenanta Putra, mengungkapkan ketakutannya terhadap balapan di jalan raya meskipun ia terbiasa memacu sepeda motor dengan kecepatan tinggi di sirkuit. Adenanta, yang berkompetisi di kelas SS600 dalam Asia Road Racing Championship (AARC), menegaskan bahwa medan sebenarnya bagi seorang pembalap adalah di lintasan balap, bukan di jalanan.
“Sebenarnya, perasaan saya saat mengendarai sepeda motor balap dan sepeda motor biasa itu sama saja. Namun, di jalan raya, saya justru merasa takut untuk ngebut. Jadi, jika ingin merasakan kecepatan, saya lebih memilih di sirkuit,” ungkap Adenanta saat ditemui di Jakarta.
Pembalap asal Magetan ini juga mengungkapkan kekhawatirannya terhadap balapan liar yang sering terjadi di jalanan. Menurutnya, salah satu faktor yang membuat balapan tersebut sangat berbahaya adalah kurangnya standar keamanan. Sejak enam tahun terakhir, Adenanta memilih untuk menyalurkan kecintaannya terhadap motorsport di lintasan resmi yang lebih aman.
“Saya melihat balapan liar dan merasa ngeri, karena tidak ada pengaman yang memadai. Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, konsekuensinya bisa sangat fatal. Saya sama sekali tidak tertarik untuk mencoba balapan liar,” tambahnya.
Meskipun balapan resmi di sirkuit dianggap lebih aman, Adenanta mengingatkan bahwa risiko tetap ada. Ia mengaku telah mengalami cedera serius akibat terjatuh dari motor, dengan patah tulang menjadi cedera yang paling sering dialaminya. “Patah tulang itu macam-macam, ada yang di bahu, pergelangan tangan, kaki, dan lain-lain. Proses pemulihannya juga cukup lama,” jelasnya.
Lebih lanjut, pembalap berusia 20 tahun ini telah mempelajari cara mengantisipasi kecelakaan di sirkuit. Ia menekankan pentingnya berpikir cepat ketika insiden terjadi, mengingat tidak ada latihan khusus untuk menghadapi kondisi tersebut. “Seorang pembalap harus tahu apa yang harus dilakukan saat mengalami kecelakaan. Sebisa mungkin, kita harus lepas dari motor ketika jatuh dan tidak bertahan di atas motor, karena itu justru berbahaya,” paparnya.
Adenanta juga menjelaskan teknik yang ia gunakan saat terjatuh. “Ketika badan kita terlepas dari motor, bentuk tubuh kita harus sekecil mungkin, seperti meringkuk, untuk mengurangi benturan. Itu tidak ada latihannya. Kami hanya diberikan teori, sedangkan praktiknya benar-benar terjadi saat kita jatuh,” tutupnya.
Dengan pengalaman dan pemahaman yang mendalam tentang keselamatan di dunia balap, Adenanta Putra menunjukkan bahwa meskipun menjadi pembalap adalah tentang kecepatan dan adrenalin, keselamatan tetap menjadi prioritas utama.